ARTIKEL 1 (BUDAYA SECARA GLOBAL)
URANG BANJAR JUGA NAIK PINANG
Sejarah:

Pangeran Antasari berpesan agar perjuangan
berhasil, jangan becakut papadaan. Maka di era revolusi, urang Banjar bahu
membahu melawan Belanda (NICA). Menurut saksi sejarah yang juga ketua Paguyuban
Palagan Negara Banjarmasin H. Lambran Ladjim, saat itu urang banjar cukup
solid. Pemuda pejuang menjadi tentara seukarela, ulamanya memberi spirit jihad,
roh terpelajar menjadi kurir dan penyebar informasi, rakyat biasa dan
ibu-ibu menyediakan makanan, tempat
berlindung dan logistic, pedagang dan pengusaha meyediakan dana.
Bahkan pengrajin besi di Negara memasok parang,
tombak, Mandau, pedang, keris badik, kelewang sampai senjata api rakitan
mematikan. Ada warga yang berkhianat dan meremehkan perjuangan, tetapi pejuang
nekad dank eras bertindak. Akhirnya perjuangan berhasil, penjajah kewalahan dan
angkat kaki. Keberhasilan ini berkat penggunaan filosofi naik pinang versi
kedua, masing-masing saling mendukung agar cita-cita berhasil.
Perkembangan selanjutnya, sulit mencari urang
banjar menjadi top leader di daerah, apalagi di pusat. Memang ada
sejumlah anggota DPR/DPD RI yang kemunculannya di pusat sebagai keniscayaan
pemilu itupun suaranya dipusat nyaris tak pernah terdengar karena kurang vocal.
Sangat langka ada tokoh Banjar yang
eksis secara politik dan berpengaruh besar dipusat. Di bidang ekonomi, seni
budaya dan akademisi memang ada, tapi resonansinya kurang terasa.
Kelangkaan ini disebabkan urang Banjar terpakai
filososfi naik pinang versi pertama, yakni suka menjuhut batis kawan.
Tidak senang melihat urang maju dan lebih nikmat melihat kawan sakit atau
jatuh. Meminjam istilah KH Zainuddin MZ(Alm) senang melihat bacakut papadaan .
Dalam dialog budaya LK3, Jarkasi cs (Alm) melihat bacakut papadaan
cenderung jadi tren, tradisi dan stereotip urang Banjar. Walau bacakut papadaan
cukup universal terjadi di mana dan kapan saja, hanya bahasanya yang berbeda,
namun bagi urang Banjar cukup kentara. Dari orgnisasi kepartaian, paguyuban,
kedaerahan, hingga panitia masjid dan langgar, nuansa konflik selalu ada.
Sedang isu putra daerah yang dimunculkan, kalau sudah ketemu, dicari lagi
primordial yang lebih kecil seperti
bubuhan, kelompok, organisasi, aliran, mazhab, keturunan, kampong asal dst,
yang tidak berujung. Saking hobinya
bacakut, keluarga sedarah pun sering cekcok. Banyak yang hubungannya renggang,
tenggang, putus dan kada barawaan.
Menurut Taufik Arbain, yang oleh Raja Muda
Banjar Pangeran Kahirul Saleh dinobatkan sebagai Datu Cendikia Hikmadiraja, di
segi kecerdasan otak urang Banjar sebenarnya cukup berimbang dnegan non Banjar.
Tahap awal memang sedikit under-depeloved karena kurang membaca dan
gagap IPTEK, tetapi kemudian cukup kompetetif. Namun karena sering dihambat
kawan seiring, maka kemunculannya sulit, timbul tenggelam. Setiap ada kawan
yang ingin naik selalu diganggu dan disikut.
Ahmad Makkie dan Syamsiar Seman menyebutny
dengan ungkapan “ Dibawa bajukung malinggang, ditinggal maningkalung”. Ini
gambaran orang yang suka mengganggu ketentraman, menghambat karir orang,
mencari-cari kesalahan, mngadu domba, memfitnah, menghasut, dan memprovokasi,
sehingga orang jadi serba salah dan terjadilah konflik. Kalau dikantor ada anak
buah pintar dan krtitis, biasanya kurang disukai atasan dan dicemburui kawan.
Akhirnya sulit urang Banjar mengorbit kepermukaan sampai kepada top level
management yang ideal. Tidak jarang karena sirik kawan maju, urang banjar
lebih senang dipimpin dan didominasi orang lain.
Mengacu hasil riset seorang sosiolog, akademisi
IAIN Antasari Wahyudin mengatakan, umumnya urang Banjar yang berhasil adalah single
fighter atau individual competitior. Mereka berhasil karena usaha
pribadi nekad dan gigih bapangsar dada sendiri. Nyaris dan kecil sekali
peran kelompok, masyarakat dan pemerintah di daerah asalnya. Mungkin sekali ini
karena bacaku papadaan. Bahkan tidak sedikit mereka yang berhasil diluar daerah
sebelumnya disakiti dan cenderung menjadi urang buangan atau pelarian. Mirip
cerita Pangeran Samudra (Sultan Suriansyah), yang sebelumnya jadi raja Banjar
justru lari karena dimusuhi pangeran temenggung dan keluarga Istana Negara Daha
yang justru sedarah dengannya.
Tak heran, setelah berhasil, banyak yang
melupakan masyarakat dari daerah asal. Ketika urang Banjar “madam” dan berhasil
di rantau orang mereka menjadi pemadam permanen hingga meninggal. Hanya
sesekali menjengok kampung halaman dan tidak tertarik berinvestasi, karena
merasa tak berutang budi. Masih untung kalau tidak membalas dendam. Kalau
terjadi dendam, konflik papadaan makin akut dan menahun hingga mati.

Agama menyuruh bersatu dan menjauhi perpecahan,
huga menekankan tolong-menolong berbuat kebajikan, bukan kerjasama saling sikut
menyikut dan menjatuhkan. Orang yang becakut papadaan dapat diibaratkan seperti
sifat warik manusia makhluk mulia tidak ayak meniru hal itu.

Analisis:
Mengapa di setiap daerah (khususnya Banjar) ada
budaya naik pinang yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus?
Jawabnya, karena setiap orang menganalogikan
naik piang itu adalah sebuah perjuangan untuk meraih kemerdekaan, kemerdakaan
disini maksudnya adalah hadiah-hadiah yang beraneka ragam yang mana digantung
di pucuk pohon pinang tersebut. Tidak hanya itu saja pohon pinang juga dilumuri
pelicin agar peserta kesusahan untuk sampai kepuncak. Itu adalah gambaran bahwa
begitu sulitnya dan begitu lamanya bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekan hingga memerlukan puluhan tahun lamanya. Begitu juga halnya dengan
naik pinang tersebut mereka tidak bisa naik jika tidak bekerjasama dengan
peserta lainnnya karena batang pinang yang sangat licin. Itu juga sama halnya
ketika kita tilik sejarah bangsa kita, karena kegigihan dan kekompakan tentara
kita melawan penjajah sehingga didapatlah kesepakatan mengenai kemerdekaan
Negara ini.
Di banua Banjar sendiri, naik pinang juga
sering bahkan rutin dilaksanakan setiap kali peringatan acara 17 Agustus.
Ketika kita flas back, mengapa di Banua Banjar juga ada tradisi naik
pinang tersebut? Jawabnya, ketika kita lihat sejarahnya sangat menarik, karena
zaman dahulu penjajah juga masuk di banua karena kegigihan dan kekompkan
masyarakat banua dalam melawan penjajah dan akhirnya penjajah kewalahan dan
akhirnya menyerah, kemenangan ini mengintip dari filosofi naik pinang versi
yang kedua, yang mana para peserta harus bekerjasama.

Ratusan
bahkan ribuan pohon pinang sudah ditebang untuk memperingati hari kemerdekaan
Revublik Indonesia yaitu pada tanggal 17 Agustus. Yang jelas permainan ini
memberikan banyak manfaat bagi para pesertanya maupun masyarakat setempat. Pertama,
permaianan ini membuat para pemain (peserta ) berlomba untuk lebih dulu untuk
mencapai puncak dan para pemain saling mendahului antara satu dengan lainnya
untuk mencapai puncak pinang tersebut, namun ada juga pemain yang mengganggu
dengan cara ” menjuhut di batis”, sehingga pemain yang sudah mulain naik akan
berkali-kali jatuh, dan begitu seterusnya. Oleh karena itu tidak ada peserta
perorangan yang berhasil menggunakan cara tersebut dikarenakan persaingannya
tidak sehat (curang), namun cara tersebut sifatnya hanya sementara, karena
dengan berjatuhannya penonton untuk mengundang gelak tawa para penonton. Kedua,
para pemain mulai mengatur strategi dan bekerjasama untuk mencapai puncak pohon
pinang tersebut dengan penuh kesabaran mereka mulai menaiki dengan cara saling
injak bahu bahkan kepala pun sering kali ikut terinjak juga, namun hal itu
tidak menyurutkan semangat kebersamaan mereka karena ada hadiah (kemenangan)
yang sudah menenati dipucuk pohon pinang, karena mereka pikir mereka sama-sama
kotor dan sama-sama sakit, dengan kesabaran dan kegigihan serta semangat
kekompakan para pemain akhirnya mereka dapat mencapai puncaknya dan langsung
merenggut semua hadiahnya, hadiah tersebut dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan bersama para pemain. Cara ini biasanya dilakukan pada akhir
perlombaan karena jika dilakukan diwalan acara tersebut tidak akan seru dan
tidak aka nada penontonnya.
Menurut survey yang coba saya lakukan ketika
perayaan 17 Agustus 2014 tepatnya sebulan yang telah lalu, informasi yang saya
dapatkan adalah:
& Setiap perayaan 17 Agustus harga
pohon pinang mencapai 500 ribu satu batang dan itu sudah diserut
& Tinggi pohonnya minimal 20 meter.
& Umurnya mencapai 25-30 tahun.
& Waktu penyerutan pohonnya waktu
kurang lebih hanya 1 jam saja
& Setelah itu pembuatan lubang
dipucuknya untuk pemasangan bentuk
lingkaran dipucuknya untuk menggantung hadiahnya
& Setelah itu pohon pinang dikeringkan
beberapa hari
& Baru setelah itu dilumuri dengan
pelicin (biasanya dengan oli motor)

4 Nilai gotong royong antar sesame masyarakat
setempat.
4 Kerjasama yang sangat luar biasa
dari para pemain.
4 Kegigihan, kesabaran dan semangat
juang yang muncul dari para pemain untuk meraih kemenangan.
4 Kekompakan dan pengorbanan juga
ditampakkan pada permainan tersebut para pemain rela saling injak bahu dan
kepala dei sebuah kemenangan.
4 Panjat pinang ini juga sangat
menghibur baik bagi para pemain, anak-anak, dewasa,orang tua, sampai dikalangan
pejabat dan diseluruh lapisan masyarakat.
Alasan saya mengambil tema ini untuk “artikel”
karena ini adalah sebuah kebudayaan yang turun temurun dilaksanakan oleh
seluruh masyarakat Indonesia dan acara panjat pinang ini bahkan sudah menjadi
budaya nasional karena hampir seluruh daerah di Nusantara melakukan permianan
ini untuk memperingati acara peringatan 17 Agustus. Alasan selanjutnya karena
ini topik yang menurut saya masih fresh untuk diangkat kepermukaan.
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar